Kamis, 09 Februari 2012

makna kemerdekaan republik Indonesia

Makna Kemerdekaan Republik Indonesia
Kemerdekaan telah diproklamirkan. Dunia sudah tahu bahwa bangsa Indonesia telah menjadi bangsa berdaulat, menjadi bangsa yang Merdeka, bebas lepas dari penjajah. Tapi apakah kita telah merdeka dengan kemerdekaan yang sesungguhnya? Kalau kita berkaca kepada pristiwa Nabi dan Sahabatnya tadi, bahwa kita lepas dan merdeka dari bentuk penjajahan yang kecil dan pasti akan menghadapi bentuk penjajahan yang lebih besar. Yaitu penjajahan oleh hawa nafsu. Penjahan oleh hawa nafsu yang ada di dalam diri kita adalah bentuk penjajah yang jauh lebih berat. Diperlukan kekuatan batin untuk melawannya. Hawa nafsu adalah keinginan hewani manusia. Ingin harta, ingin wanita, ingin kendaraan, ingin hiburan, ingin tahta dan kekuasaan dan bentuk-bentuk ingin yang lain. Semua adalah hawa nafsu yang wajib kita kendalikan. Jangan sampai dibiarkan membelenggu kita sebagai bangsa Indonesia. Masih banyak kita temukan di antara kita masih menghalalkan segala bentuk cara untuk untuk mendapatkan dan memenuhi keinginan keinginan-keinginan tersebut. Adanya korupsi, sogok menyogok, bentuk-bentuk kejahatan, dan lain-lain menunjukkan bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya belum kita dapatkan. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan dari belenggu penjajahan hawa nafsu dalam diri kita. Nafsu wajib kita kendalikan. Bukan kita yang dikendalikan hawa nafsu.
Kini Enam puluh enam tahun Indonesia merdeka. Hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2011 diperingati dalam suasana masyarakat muslim Indonesia menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Mungkin sulit bagi kita menemukan berbagai perlombaan yang setiap tahun diperlombakan di kampung, di desa dan di kota-kota. Sulit pula bagi kita menyaksikan perlombaan panjat pohon pinang dengan berbagai hadiah yang menggiurkan.
Kita memerlukan suasana riuh-rendah, tepuk sorak-sorai kemeriahan di setiap peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Kali ini, suasana keheningan, kekhusukan bulan suci Ramadhan yang sangat spritual bagi umat Islam dalam peringatan kemerdekaan negara Indonesia, mudah-mudahan mampu memberi makna yang lebih mendalam bagaimana mencintai bangsa, ”Cinta Indonesia” yang sesungguhnya.
Masing-masing warga bangsa Indonesia mempunyai cara sendiri-sendiri bagaimana mencintai bangsanya, ”Cinta Indonesia”. Bagi warga bangsa Indonesia, nasionalisme ditempatkan di dalam hati nurani masing-masing. Lantas, apakah nasionalisme bangsa Indonesia di era globalisasi akan tergerus oleh semakin banyak munculnya manusia kosmopolitan yang merasa bahwa seluruh dunia ini tanah airnya.
Tidak cukup banyak indikasi yang mendukung sinyalemen berakhirnya negara-bangsa, Keterikatan pada kampung halaman, atau pada tanah air, menurut Safroedin Bahar, merupakan suatu kebutuhan rohaniah. Meskipun demikian, banyak pula warga bangsa Indonesia membayangkan Indonesia dan memperbandingkan kemajuan sosial, budaya, ekonomi, politik, demokrasi negara maju di Eropa dan terutama Amerika Serikat menjadi cita-cita suatu capaian kemajuan di Indonesia.
Kemajuan demokrasi di Indonesia layak disyukuri oleh setiap warga bangsa Indonesia. kita telah berhasil membangun budaya demokrasi yang baik, melalui suatu pemilihan yang bebas dan pemberian suara yang rahasia sebagai perlambang demokrasi. Akan tetapi, demokrasi bagi Nurcholish Madjid, tidak ’bersemayam’ dalam pemilu-pemilu. Jika demokrasi –sebagaimana dipahami di negeri maju—harus punya ’rumah’, maka rumahnya adalah ”masyarakat madani”
Boleh saja kita menerima hal-hal yang baik, modern dan maju dari pemerintahan yang demokratis seperti negara Amerika Serikat, akan tetapi jangan bandingkan Indonesia yang baru merdeka enam puluh lima tahun dengan Amerika Serikat yang merdeka telah dua ratus tahun lebih lamanya. Jangan bandingkan Amerika Serikat yang memiliki Presiden sudah 44 orang banyaknya dengan Presiden Indonesia yang enam orang jumlahnya.
Setiap warga bangsa Indonesia tidak menghendaki enam puluh lima tahun Indonesia merdeka seperti situasi sosial, politik dan ekonomi Amerika Serikat ketika mencapai enam puluh lima tahun kemerdekaannya. Warga bangsa Indonesia mempunyai demokrasi sendiri dalam menata dan memperjuangkan cita-cita kemerdekaan 17 Agustus 1945. Suatu cita-cita dan tujuan kemerdekaan Indonesia yang dibentuk melalui suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kedalaman keheningan khusuk Ramadhan dalam peringatan enam puluh lima tahun Indonesia merdeka kali ini, kita pantas merenungi makna kemenangan menurut Muhammad Natsir bahwa, “Kemenangan perjuangan pada hakikatnya tidak semata-mata karena tempat yang diduduki cukup banyak, atau kekuasaan ada di tangan. Tetapi hakikat kemenagan ialah apabila semua itu dipergunakan untuk menolong dhu’afa –dari nasibnya yang malang. Keluh mereka dapat terbujuk, air mata disapu dari muka, tangan yang menadah mengadukan nasib kepada Tuhan disambut dengan bimbingan: bila semua ini berganti dengan wajah baru sampai si lemah terlepas dari penderitaannya, di sinilah baru kita merasakan kemengan baru kita peroleh.”
Enam puluh lima tahun Indonesia merdeka, setiap kita, warga bangsa Indonesia, negara dan pemerintah Republik Indonesia memiliki tanggung jawab bersama: Membangun Kebudayaan (Jati Diri) Bangsa Indonesia (MKBI), Membangun Kedaulatan Bangsa Indonesia (MKBI) dan Membangun Kesejahteraan Bangsa Indonesia (MKBI), atau mewujudkan ”Tiga Kewajiban Kekuasaan Tertinggi” (TRI DARMA WISESA). Ini sesungguhnya makna kemerdekaan sebenarnya, sebagai kecintaan terhadap bangsa Indonesia, ”Cinta Indonesia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar